7 Wasiat Imam Ghazali yang Sering Dilanggar Saat Berwudhu

Imam al-Ghazali Rahimahullahu Ta’ala membahas berbagai bab tentang fiqih dalam buku Bidayatul Hidayah. Beliau menjelaskan secara teknis, lengkap dengan doa-doa dan keterangan tambahan. Di antaranya tentang adab bangun tidur, adab di wc, adab wudhu, dan adab-adab dalam fiqih lainnya.

Banyak hal menarik dalam kitab tersebut. Salah satunya tentang wudhu. Laki-laki yang digelari Hujjatul Islam ini menyebutkan tujuh hal yang harus dihindari saat seorang Muslim berwudhu.



Sayangnya, tujuh hal yang seharusnya dihindari ini justru banyak dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin.

Apakah tujuh hal yang harus dihindari dalam berwudhu? Berikut penjelasan Imam al-Ghazali dalam buku Bidayatul Hidayah.

“Jangan mengibaskan tanganmu hingga menyebabkan air memercik kemana-mana”

Kita banyak mendapati kaum Muslimin yang mengibaskan tangan saat atau setelah berwudhu sehingga banyak air yang terbuang. Bahkan sampai membasahi kaum Muslimin lain yang berwudhu di dekatnya. Ada pula yang mengibaskan tangannya saat sudah berada di lantai shalat. Lantai yang kering pun menjadi basah atau kotor.

“Jangan menamparkan air ke muka dan kepalamu”

Yang lebih tepat ialah mengusap atau mengucurkan. Bukan menamparkan atau melempar air dengan kencang hingga memercik ke anggota tubuh lain hingga membasahi baju, celana, atau sarung.

“Jangan berbicara selama berwudhu”

Banyak kaum Muslimin yang asyik berbincang dan terus melakukannya saat berwudhu. Padahal, ada keutamaan bagi siapa yang diam dan khusyuk saat berwudhu.

Sebab wudhu bukan sekadar membersihkan anggota badan yang dibasuh, tapi ritual pembersihan dosa yang dianjurkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Lantas, bagaimana ekspresi terbaik bagi seorang hamba yang memahami bahwa dosanya tengah diampuni? Ialah diam, khusyuk, serius dan memastikan bahwa syarat dan rukun wudhu terpenuhi.

“Jangan membasuh anggota wudhu lebih dari tiga kali”

Ini merupakan bentuk kehati-hatian seorang ualam sufi. Sebab yang dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam ialah bilangan ganjil, tiga kali untuk masing-masing anggota yang dibasuh.

Jika lebih dari itu, tentu akan lebih banyak air yang digunakan. Dan bisa menimbulkan kebiasaan tidak menaati apa yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.

“Jangan membasuh anggota wudhu lebih dari tiga kali”

Ini merupakan bentuk kehati-hatian seorang ualam sufi. Sebab yang dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam ialah bilangan ganjil, tiga kali untuk masing-masing anggota yang dibasuh.

Jika lebih dari itu, tentu akan lebih banyak air yang digunakan. Dan bisa menimbulkan kebiasaan tidak menaati apa yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.

“Jangan terlalu menumpahkan air tanpa ada keperluan hanya karena menuruti was-was,”

Nasihat ini merupakan kelanjutan dari nasihat sebelumnya. Ada kaum Muslimin yang merasa was-was hingga membasuh berkali-kali dengan air yang sangat banyak. Lanjut sang Imam, “Karena setan yang bernama al-Wahan senantiasa mempermainkan orang-orang yang was-was.”



Yakinkan dengan hati. Hitung dengan baik. Tiga kali setiap anggota wudhu. Gunakan air secukupnya. Jangan berlebih-lebihan. Sebab berlebih-lebihan asalnya dari setan terlaknat.

“Jangan berwudhu dengan menggunakan air panas yang tersengat matahari”

Dibutuhkan kajian medis terkait hal ini. Mengapa Imam Ghazali melarang wudhu dengan air panas lantaran sengatan matahari?

Sekilas, air yang panas bisa menimbulkan ketidaknyamanan. Apalagi jika panasnya berlebihan. Tentu sangat tidak nyaman dan bisa merusak jaringan kulit.

Namun jika hanya terdapat sedikit air suci yang terkena matahari, tidak ada salahnya untuk diteduhkan terlebih dahulu. Agar suhunya turun.

Terkait kajian dari segi kesehatan, kami belum menemukan rujukannya. Wallahu a’lam.

Sedangkan dalam kajian fiqih, air ini disebut musyamas. Berasal dari kata syams atau matahari. Ulama menghukuminya makruh. Boleh digunakan jika tidak ada air lain dan aman bagi kesehatan.

“Jangan gunakan air yang disimpan di tempat yang terbuat dari tembaga atau kuningan”

Air merupakan zat netral yang bisa bercampur dengan zat lainnya. Ketika air disimpan di dalam bejana dari tembaga atau kuningan, maka akan terjadi percampuran zat. Airnya menjadi tidak murni. Jika jumlah airnya sedikit, tentu akan terpengaruh dan bisa membahayakan bagi kesehatan.

Terkait air ini, kita harus merujuknya kepada para ulama’ fiqih. Singkatnya, air yang digunakan untuk berwudhu harus suci dan mensucikan. Di antaranya: air hujan, air zam-zam, air laut, air tanah, dan lain sebagainya.

Jumlahnya pun harus cukup dua kullah jika wudhu dengan cara membenamkan anggota tubuh ke dalam air. Namun jika dikucurkan, jumlah sedikit pun tidak masalah, asal airnya suci. Asal airnya tidak mengandung najis.

Mudah-mudahan wasiat Imam Ghazali semakin menyadarkan kita agar sungguh-sungguh saat berwudhu. Hingga wudhu kita bisa menjadi sarana penghapus dosa. Aamiin.

Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]

*Buku Bidayatul Hidayah bisa dipesan di 085691479667

0 Response to "7 Wasiat Imam Ghazali yang Sering Dilanggar Saat Berwudhu"

Posting Komentar